Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Budaya Korporatif, Etika Bisnis dan Corporate Sosial

Budaya Korporatif, Etika Bisnis dan Corporate Sosial Responsibilities - Budaya korporatif seharusnya sudah dapat diterapkan didunia bisnis indonesia agar setiap pengusaha dapat merasakan kepentikan mereka terproteksi dengan baik.

Masyarakat kita belum punya Budaya Korporatif

"Berbeda dengan masyarakat di negara-negara Barat, masyarakat Indonesia hingga saat ini masih belum berbudaya korporatif. Indonesia masih terperangkap oleh tradisi, sehingga tidak mudah untuk melakukan perubahan. Padahal budaya korporatif akan mempengaruhi cara kerja. Demikian dikemukakan oleh ekonom Rhenald Khasali saat memberikan orasi ilmiah berjudul Building Institution’s Character with Strong Culture, dalam rangka peringatan Dies Natalies ke 55 Universitas Indonesia di Jakarta, Kamis 24 Februari 2005."

Corporatism di Barat sudah berjalan, dan menganggap sebuah institusi berbadan hukum sendiri. Tidak demikian masyarakat kita. Banyak PT di Indonesia yang sebenarnya bukan PT, melainkan warung. Untung ruginya tidak jelas, kata Rhenald.

Menurut Rhenald, suatu organisasi bisa bertahan panjang bukan dibentuk oleh manajemen yang hebat, tidak juga oleh orang-orang yang hebat, ataupun sistem, melainkan dibangun oleh kekuatan nilai-nilai (values). Corporate culture selalu menekankan bottom up, menggali segala sesuatu mulai dari bawah, bukan dari atas ke bawah. Dengan demikian, semua orang harus ditanya apa yang sebenarnya mereka inginkan. Corporate culture itu seperti bongkahan es, yang tampak hanyalah yang di atas berupa simbol-simbol seperti logo, cara berpakaian. Padahal yang harus dibangun adalah yang di bawah, yang tidak kelihatan, yaitu nilai-nilai baru. Manusia itu berkomunikasi secara simbolik, simbol sebagai identitas, Rhenald menambahkan.

Apa yang sebenarnya dimaksud dengan Budaya Kerja Korporasi?

Budaya kerja korporasi adalah keseluruhan kepercayaan (beliefs) dan nilai-nilai (values) yang tumbuh dan berkembang dalam suatu organisasi, menjadi dasar cara berpikir, berperilaku dan bertindak dari seluruh insan organisasi, dan diturunkan dari satu generasi ke generasi.

Budaya kerja dapat di daya gunakan sebagai daya dorong yang efektif dalam mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi organisasi.

Budaya kerja yang efektif dapat:
  • Menyatukan cara berpikir, berperilaku dan bertindak seluruh insan organisasi/korporasi 
  • Mempermudah penetapan dan implementasi Visi, Misi dan Strategi dalam korporasi 
  • Memperkuat kerjasama tim dalam korporasi, menghilangkan friksi-friksi internal yang timbul 
  • Memperkuat ketahanan dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal. 

Dari definisi di atas terlihat betapa budaya kerja memegang peranan penting dalam ketahanan suatu organisasi. Keluarga adalah perusahaan yang terkecil, disitu ada ayah, ibu dan anak-anak. Cara penyelenggaraan rumah tangga yang satu dan yang lain akan berbeda, karena sifat-sifat penghuninya yang berbeda. Tetapi ada beberapa hal yang sama antara keluarga satu dan lainnya, karena ibaratnya hidup dalam satu lingkungan, maka untuk membuat lingkungan aman dan nyaman, ada peraturan-peraturan yang harus dipahami dan dipatuhi oleh anggota lingkungan tersebut. Peraturan ini dibuat oleh orang-orang atau keluarga dilingkungan tersebut, sehingga peraturan tersebut akan ditaati tanpa beban, bahkan anggota lingkungan merasa nyaman karena ada peraturan tersebut, sehingga masing-masing tahu ” apa yang boleh dan yang tidak boleh untuk dilakukan”.

Sekarang bagaimana membentuk budaya kerja korporatif? Di dalam budaya korporatif, peran pemimpin sangat penting, antara lain, sebagai: 1) First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja, 2) Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja secara konsisten dan konsekuen, 3) RoleModel, teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan Budaya Kerja, dan 4) Pencetus dan pengelola strategi, dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.

Dari ulasan di atas, terlihat bahwa pembentukan budaya korporatif yang baik, yang paling menentukan adalah orang-orangnya. Sebaik apapun aturan atau sistem di buat, tanpa ada keinginan dari manusia untuk berubah ke arah yang lebih baik, semuanya menjadi tak berarti.

Budaya Korporatif, Etika Bisnis dan Corporate Sosial_
image source: www.bizben.com
baca juga: Kualitas dan Produktivitas Dalam Persaingan Usaha

Etika Bisnis

Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat.

Sonny Keraf (1998) menjelaskan, bahwa prinsip etika bisnis sebagai berikut;
  • Prinsip otonomi; adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
  • Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
  • Prinsip keadilan; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
  • Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
  • Prinsip integritas moral; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan/orang2nya maupun perusahaannya.

Pertanyaan nya bagaimana menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis ini agar benar-benar dapat operasional? Sonny juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya banyak perusahaan besar telah mengambil langkah yang tepat kearah penerapan prinsip-prinsip etika bisnis ini, kendati prinsip yang dianut bisa beragam. Pertama-tama membangun apa yang dikenal sebagai budaya perusahaan (corporate culture). Budaya perusahaan ini mula pertama dibangun atas dasar Visi atau filsafat bisnis pendiri suatu perusahaan sebagai penghayatan pribadi orang tersebut mengenai bisnis yang baik. Visi ini kemudian diberlakukan bagi perusahaannya, yang berarti Visi ini kemudian menjadi sikap dan perilaku organisasi dari perusahaan tersebut baik keluar maupun kedalam. Maka terbangunlah sebuah etos bisnis, sebuah kebiasaan yang ditanamkan kepada semua karyawan sejak diterima masuk dalam perusahaan maupun secara terus menerus dievaluasi dalam konteks penyegaran di perusahaan tersebut. Etos inilah yang menjadi jiwa yang menyatukan sekaligus juga menyemangati seluruh karyawan untuk bersikap dan berpola perilaku yang kurang lebih sama berdasarkan prinsip yang dianut perusahaan.

Berkembang tidaknya sebuah etos bisnis ditentukan oleh gaya kepemimpinan dalam perusahaan tersebut.

Tanggung jawab Sosial Perusahaan

Secara definisi, Corporate Social Responsibility adalah sebuah bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan yang wajib dipenuhi oleh perusahaan – perusahaan tertentu. Di dalam Pasal 74, perusahaan yang dimaksud adalah perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.

Selanjutnya Pasal 74 juga mengatur bahwa tanggung jawab sosial ini merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan khusus dan diakui sebagai biaya perseroan. Bagi yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan – ketentuan perundang – undangan.

Permasalahan yang dapat diangkat dari isi Undang – Undang Perusahaan Terbatas (UUPT) di atas adalah sebagai berikut:
  • Apakah tanggung jawab itu benar–benar suatu tanggung jawab sosial atau keterpaksaan karena adanya undang–undang?
  • Apa saja undang–undang yang terkait dengan CSR seperti yang diungkapkan di dalam Pasal 74?
  • Apakah ada penetapan berapa besar biaya alokasi CSR oleh undang – undang?
  • Bagaimana pengaturan alokasi dana CSR yang tepat bagi perusahaan?
  • Apa saja sanksi yang diberikan bagi pelanggaran yang dilakukan?
  • Apa saja perusahaan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam yang dimaksud oleh Pasal 74? Apakah undang – undang tersebut membatasi hanya kepada perusahaan – perusahaan yang dimaksud? Bagaimana dengan perusahaan jenis lainnya?
  • Terkait dengan nomor 1, apakah undang – undang yang sudah ada bertentangan dengan prinsip yang mendasari munculnya CSR?

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Corporate Social Responsibility

CSR memiliki pengertian bahwa perusahaan seharusnya melakukan tindakan yang mencerminkan tanggung jawab atas tindakan perusahaan yang berpengaruh terhadap lingkungannya (manusia, komunitas tertentu dan lingkungan alam). Alasan pentingnya CSR adalah bahwa sebagai bagian dari masyarakat seharusnya perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawab sosial sebagai salah satu misinya karena CSR dapat menjadi corporate power perusahaan.

2. How Corporate Social Responsibility Began?

Pada awalnya CSR dimulai dengan tindakan sosial yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesejahateraan paling tinggi disuatu perusahaan, misalnya ketika Warren Buffet menghibahkan uang senilai $44 billion kepada Bill and Melinda Gates Foundation. Para pemimpin perusahaan percaya bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial yang dapat berdampak pada profit perusahaan. Ada 2 prinsip dasar dalam CSR yaitu Charity principle dan Stewardship Principle. Perbedaan kedua prinsip ini dapat dilihat dalam table dibawah ini

NO Items Charitable Principle Stewardship Principle
1 Definition Business should give voluntary aid to society’s needy persons and groups Business, acting as a public trustee, should consider the interests of all who are affected by business decisions and policies
2 Type of activity 1. Corporate philantrophy
2. Voluntary actions to promote the social good.
1. Ackownoledge business and society interpedence
2. Balancing the interest and needs of many divers groups in society

Tabel 1. Perbedaan Charity Principle dan Stewardship Principle

3. Perdebatan antara Pendukung dan Penentang Corporate Social Responsibility

Meskipun ada sebagian kelompok yang menyebutkan bahwa CSR memiliki pengaruh positif terhadap perusahaan, namun ada juga sebagian yang menganggap bahwa CSR memiliki pengaruh yang buruk terhadap perusahaan. Berikut adalah perbedaan alasan untuk kedua kelompok tersebut:

No. Arguments for CSR Arguments against CSR
1 Balance Corporate power with responsibility Lower economic efficiency and profit
2 Discourages government regulation Imposes unequal costs among competitors
3 Promote long-term profits for business Imposes hidden costs passed on to stakeholder
4 Improves business value and reputation Required skills business may lack
5 Corrects social problems caused by business Places responsibility on business rather than individuals

Tabel 2 Perbedaan Alasan penting tidaknya CSR bagi perusahaan.

Dalam perkembangannya suatu perusahaan harus melakukan keseimbangan antara tanggung jawab ekonomi, hukum, dan sosial, sehingga perusahaan dapat memperoleh maksimal competitive advantage. Meskipun tanggung jawab ekonomi merupakan kewajiban yang ditentukan dalam hukum, saat ini tanggung jawab sosial juga sudah mendapatkan tempat yang sama. Setiap perusahaan diatur agar dapat memperhatikan lingkungan sosialnya dalam menjalankan bisnis. Perusahaan tidak boleh mengutamakan kepentingan stockholder saja, namun harus mampu menyeimbangkan dengan kepentingan stakeholder lain sebagai bagian dari kemajuan bisnis perusahaan.

Adapun teori mengenai CSR yang dikutip dari Lawrence & Weber, 2008, adalah sebagai berikut: CSR bermakna bahwa sebuah perusahaan harus mempertanggung jawabkan segala aktifitasnya yang mempengaruhi orang banyak, komunitas sekitar dan lingkungan hidup.

Perundang-undangan yang mengatur Corporate Social Responsibility di Indonesia

Undang-Undang yang mengatur secara eksplisit tentang kewajiban perusahaan untuk menjalankan Corporate Social Responsibility atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

di Indonesia adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 74, yang berbunyi sebagai berikut:
  1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
  2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
  3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.

Tanggung jawab sosial dan keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial merupakan suatu nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Keterlibatan sosial perusahaan di masyarakat akan menciptakan suatu citra yang sangat positif. Biaya sosial yang dikeluarkan dianggap sebagai investasi jangka panjang. Kelestarian lingkungan, perbaikan prasarana umum, penyuluhan, pelatihan, dan perbaikan kesehatan lingkungan walaupun memerlukan biaya yang signifikan, namun secara jangka panjang sangat menguntungkan perusahaan, karena kegiatan tersebut menciptakan iklim sosial politik yang kondusif bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.

Dapat kita lihat, pada saat libur merayakan Hari Idul Fitri, beberapa perusahaan memberikan fasilitas mudik gratis bagi masyarakat yang terkait langsung dengan perusahaan, contoh; Bank dengan nasabahnya, perusahaan yang memproduksi obat tradisional dengan bakul jamunya dan lain-lain.

Bagi situasi dunia yang semakin global sekarang ini, masing-masing pihak saling tergantung, serta tidak ada lagi perusahaan yang tertutup atau tidak mau melakukan perbaikan-perbaikan untuk kemajuan. Perusahaan yang masih tidak mengindahkan hal-hal semacam ini, cepat atau lambat akan semakin ditinggalkan oleh pelanggannya.

Sekian artikel tentang Budaya Korporatif, Etika Bisnis dan Corporate Sosial.

DaftarPustaka
  1. Rhenald Khasali. “Masyarakat Kita Belum Punya Budaya Korporatif”, Kompas hal.10
  2. Etika Bisnis. Prof.Dr. Sondang P.Siagian, MPA. Jakarta; PT Pustaka Binaman Pressindo
  3. Etika Bisnis; tuntutan dan relevansinya. DR.A. Sonny Keraf. Jakarta; Penerbit Kanisius
Nikita Dini
Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer

Posting Komentar untuk "Budaya Korporatif, Etika Bisnis dan Corporate Sosial"