Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahasa Sebagai Hasil Pikir Akal Budi Manusia Menurut Ahli

Bahasa Sebagai Hasil Pikir Akal Budi Manusia Menurut Ahli - Artikel ini akan membahas tentang Bahasa Sebagai Hasil Pikir Akal Budi Manusia. Melalui artikel ini diharapkan mampu menjelaskan proses berpikir manusia dan mampu menjelaskan kembali bahasa sebagai hasil pikir akal budi manusia.

Bahasa, Informasi dan Pesan 1

Proses komunikasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian pesan. Pesan merupakan inti dari kegiatan komunikasi, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa adanya pesan maka komunikasi tidak dapat belangsung. Proses komunikasi dapat kita gambarkan dengan diagram berikut ini ;

Bahasa Sebagai Hasil Pikir Akal Budi Manusia Menurut Ahli_
baca juga: Pengertian Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi Menurut Ahli

Sebuah pesan disampaikan oleh seorang komunikator kepada komunikannya. Keberhasilan penyampaian pesan ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti gangguan yang muncul, media (saluran) yang dipakai dan kesamaan persepsi tehadap pesan yang disampaikan.

Hubungannya dengan penyampaian pesan ini kita dapat membagi dalam dua komponen yang terdiri atas isi pesan dan simbol sebagai bentuk pesan. Pesan berasal dari pikiran manusia yang berupa perasaan ataupun hasil pemikirannya yang ingin dsampaikan kepada individu lain. Pesan bisa berupa ungkapan perasaan seperti kebencian, kegalauan, kecemasan, perasaan kasih sayang dan lain. Pesan yang berupa hasil pemikiran bisa berupa arahan, anjuran, larangan dll.

Penyampaian pesan dalam interaksi antarmanusia disampaikan dalam bentuk simbol yang diwujudkan dalam bahasa. Bahasa tidak muncul secara tiba-tiba tetapi bahasa muncul dari kesepakan sekelompok orang yang hidup bersama. Bahasa merupakan simbol yang dipakai oleh manusia dalam berkomunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi tentunya bukan hanya meliputi bahasa verbal saja tetapi meliputi pula bahasa nonverbal yang meliputi gesture atau bahasa isyarat.

A. Bahasa Sebagai Simbol Komunikasi

Onong Uchjana Effendy memberikan penjelasan bahwa proses komunikasi primer merupakan proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dalam bentuk lambang (symbol) sebagai media. Lambang dalam komunikasi primer diwujudkan dalam bahasa yang mana meliputi verbal, isyarat, gambar, warna, dan lain-lain. Lambang ini secara langsung mampu “menterjemahkan” pikiran atau perasaaan komunikator (sender) kepada komunikan (receiver).

Bahasa merupakan lambang yang paling banyak digunakan dalam proses komunikasi merupakan suatu hal yang jelas karena hanya bahasa lah yang dapat “menterjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain.

Emy mengatakan bahwa bahasa dianggap sebagai sistem yang mengandung makna cara atau aturan. Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bersifat sistematis yang artinya bahasa tersusun menurut suatu pola tidak secara acak. Sistem artinya bahasa itu bukan sistem tunggal. Kata lambang sering dipandang sebagai simbol tidak bersifat langsung dan alamiah dalam kajian lambang disebut ilmu semiotika atau semiologi adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia.Lambang bersifat arbiter yaitu tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajb antara lambang dengan yang dilambangkan.

Hymes seorang pakar sosiolinguistik mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni:
  1. Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan,
  2. Paticipants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan,
  3. Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan
  4. Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan,
  5. Key, yaitu menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan,
  6. Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan,
  7. Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan,
  8. Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.

Bahasa sebagai simbol dalam proses komunikasi memegang peranan yang sangat vital karena menentukan keberhasilan komunikasi. Bahasa sebagai simbol dapat kita jabarkan sebagai berikut :
  1. Bersifat produktif, terbuka kreatif: pesan – pesan merupakan gagasan baru. Produktifitas memungkinkan penciptaan makna tetapi hendaknya kaidah atau aturan tetap ditaati.
  2. Pengalihan (displacement): kita dapat berbicara tentang segala sesuatu yang jauh dari kita (tempat maupun waktu). Kemampuan berdusta:) tanpa memperhatikan apa yang secara aktual ada. Yang penting adalah kenyataan bahwa kalimat tersebut benar adanya
  3. Cepat lenyap: suara, simbol, isyarat tidak permanen. Tidak mudah dimengerti: Cepat lenyap mengakibatkan (terutama) pesan lisan harus cepat mudah dimengerti.
  4. Memiliki kebebasan makna: tidak memiliki karakter atau sifat fisik dari yang dikatakan sehingga kita bebas memaknai. Makna kebebasan makna harus dicari tidak hanya pada kata–kata itu sendiri tetapi juga orang yang mengkomunikasikannya, tidak hanya tahu yang dikatakan tetapi juga harus tahu apa maksudnya – Ini erat juga hubungannya dengan budaya.
  5. Merupakan transmisi budaya: Mis, seorang anak akan sangat tahu bahasa ibu (mis anak besar di Cina akan tahu bahasa itu, apapaun bahasa orangtua kandungnya).

B. Penyampaian Pesan Melalui Bahasa

Penyampaian pesan melalui bahasa dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pesan secara verbal dan pesan secara non verbal.

1. Pesan Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas tertentu.

Jalaluddin Rakhmat mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.

Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.

a. Fungsi Bahasa.

Barker menjelaskan bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan, interaksi, dan transmisi informasi.
  1. Penamaan mengacu kepada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
  2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
  3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

Cansandra L. Book mengemukakan agar komunikasi kita mencapai tujuan, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:

  1. Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
  2. Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
  3. Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.

b. Keterbatasan Bahasa:

a.) Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi bukan realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak. Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.

b.) Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.

c.) Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.

Modul Makalah - Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.

d. Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara jam-jam kerjanya.

Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman.

2. Pesan Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.

1. Klasifikasi pesan nonverbal

Jalaludin Rakhmat mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:

a. Pesan kinesik.
Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
  1. Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.
  2. Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
  3. Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.

b. Pesan proksemik.
Pesan yang disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.

c. Pesan artifaktual
Pesan artifaktual merupakan pesan yang diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.

d. Pesan paralinguistik
Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini ini disebut juga sebagai parabahasa.

e. Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Pesan melalui sentuhan menggunakan media kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian. Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.

2. Fungsi pesan nonverbal.

Mark L. Knapp menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.

Sementara itu, Dale G. Leathers, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan.
  1. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
  2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.
  3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
  4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
  5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
  6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).

Sekian artikel Modul Makalah tentang Bahasa Sebagai Hasil Pikir Akal Budi Manusia Menurut Ahli.

Daftar Pustaka
  1. Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
  2. Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
  3. Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
  4. Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
  5. Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
  6. Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
  7. Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001
  8. Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
  9. Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984
Nikita Dini
Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer

Posting Komentar untuk "Bahasa Sebagai Hasil Pikir Akal Budi Manusia Menurut Ahli"