Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi Menurut Ahli

Pengertian Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi Menurut Ahli - Artikel ini akan membahas tentang proses berpikir manusia dan bermacam-macam seluk beluk pemikiran manusia. Melalui artikel ini diharapkan mampu menjelaskan proses berpikir manusia dan mampu menjelaskan kembali bermacam-macam seluk beluk pemikiran manusia.

Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi

Komunikasi adalah sebuah proses, komunikasi adalah kegiatan yang secara berkesinambungan dilakukan oleh pelaku komunikasi. Jika dilihat dari prosesnya, komunikasi diawali oleh kegiatan komunikator yang melemparkan pesan mellaui media tertentu dan berharap usahanya ini diterima oleh komunikan dan dapat menghasilkan sebuah umpan balik. Melihat proses ini tampaklah bahwa peran komunikator sangat penting. Komunikasi tidak akan terjadi jika tidak ada manusia sebagai pelaku komunikasi.

Seperti telah diketahui sebelumnya dan ini mengukuhkan pendapat bahwa komunikasi adalah suatu ilmu yaitu pendapat bahwa objek kajian komunikasi terdiri dari satu golongan masalah yaitu bagaimana usaha manusia menyampaikan isi pernyataannya kepada manusia lain, bukan usaha angin, hewan, pohon atau yang lain kepada Tuhan, hewan, dan bukan usaha manusia mencari nafkah, bukan usaha manusia mencari keadilan, bukan usaha manusia memperoleh keamanan. Dan usaha ini dilakukan oleh manusia kepada manusia. Manusia yang berakal budi (mampu menggunakan akal budinya) menyampaikan pernyataan kepada manusia lain yang berakal budi (mampu menggunakan akal budinya) pula, bukan kepada manusia yang sakit jiwa.

Secara teleologis dipahami bahwa komunikasi antar manusia adalah bertujuan (teleologis). Komunikasi mengandung tujuan mengubah sikap, opini, perilaku, kepercayaan, dll.

Kata kunci untuk memahami komunikasi di sini adalah manusia, oleh karena itu perlu dibahas secara khusus apa manusia itu dengan segala seluk beluknya.

Pengertian Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi Menurut Ahli_
image source: centerforics.org
baca juga: Pengertian dan Perbedaan Etika dan Moral Menurut Para Ahli

A. HAKEKAT MANUSIA

Apakah manusia itu? Berbicara mengenai manusia tidak sesederhana yang kita pikirkan. Hal ini sudah menjadi bahan perbincangan para filsuf jauh sebelum masehi. Manusia dalam bahasa Inggris disebut man (asal kata dari bahasa Anglo-Saxon, mann). Apa arti dasar dari kata itu tidak jelas, tetapi pada dasarnya bisa dikaitkan dengan mens (Lat), yang ber­arti”ada yang berpikir”. Demikian halnya arti kata anthropos (Yun) tidak begitu jelas. Semula anthropos berarti “seseorang yang melihat ke atas”. Akan tetapi sekarang kata itu dipakai untuk mengartikan “wajah manusia”. Dan akhirnya, homo dalam bahasa Latin berarti orang yang dilahirkan di atas bumi.

B. PANDANGAN FILSUF TENTANG MANUSIA

Karena filsafat merupakan karya manusia, semua bagian pokok filsafat (epistemologi, etika, estetika, dan sebagainya) mengulas tentang hakikat manusia. Kita mengumpulkan di sini sejumlah referensi yang banyak di antaranya berfungsi sebagai definisi alternatif tentang hakikat itu.

1. Plato memandang manusia pada hakikatnya sebagai suatu kesatuan pikiran, kehendak, dan nafsu-nafsu.

2. Aristoteles memandang jiwa sebagai forma tubuh menganjurkan suatu kesatuan or­ganik, yang dapat didefinisikan sebagai “makhluk rasional”.

3. Hsun Tzu beranggapan bahwa pada hakikatnya manusia itu jahat, dan dengan begitu memerlukan latihan disiplin tubuh yang keras.

4. Agustinus memandang manusia sebagai kesatuan jiwa dan badan dinodai oleh dosa warisan, dan dimotivasi oleh prinsip kebahagian. .

5. William dari Ockham memandang manusia sebagai suppositum intellectuale, makhluk rasional utuh yang berada pada dirinya sendiri. Selanjutnya ia berkeyakinan bahwa akal dan kehendak pada manusia bukan merupakan fakultas-fakultas tersendiri.

6. Bagi De La Mettrie manusia adalah mesin atau “mekanisme tak berjiwa”.

7. Holbach tidak sendirian dalam memandang manusia sebagai makhluk yang tidak dapat tidak dimotivasi oleh kepentingan diri.

8. Unamuno menolak interpretasi manusia sebagai makhluk rasional yang menurutnya terlalu abstrak. Ia menyodorkan pandangan tentang manusia sebagai makhluk yang terdiri dari “daging dan tulang”.

9. Cassirer memandang manusia sebagai” makhluk bersimbol”, yang kodratnya dapat dikenal hanya secara tidak langsung melalui studi bentuk-bentuk simbolik. Langer mengikuti Cas­sirer dalam mendefinisikan manusia.

10. Ortega Y Gasset merupakan salah seorang yang berpandanagn bahwa manusia Tidak mempunyai kodrat, tetapi sejarah.

11. Sartre mendefinisikan manusia sebagai ”Nol yang me-nol­ kan”, pour soi yang bukan merupakan objek melainkan subjek, dan yang dari kodratnya bebas.

Dari sekian banyak pendapat akan dicoba menjelaskan manusia dari pandangan yang agak Iebih jelas yaitu pendapat Aristoteles Aristoteles mengatakan bahwa di alam mi ada tiga jenis makhluk dengan roh yang tarafnya bertingkat-tingkat.

a. Yang paling rendah tarafnya adalah anima avegetativa atau roh vegetatif yang dimiliki tumbuh-tumbuhan. Jadi tumbuh-tumbuhan hanya mempunyal roh vegetatif dengan fungsinya ter­batas pada makan, tumbuh menjadi besar dan berkembang biak.

b. Yang Iebih tinggi dari itu anima sensitiva atau roh sensitif yang dimiliki binatang sehingga binatang yang memiliki dua jenis anima, yakni anima vegetative dan anima sensitiva itu, selain menjadi besar dan berkembang biak, juga mempunyai perasaan, naluri, nafsu sehtngga mampu mengamati, ber­gerak, dan bertindak.

c. Yang paling tinggi adalah anima intelektiva atau roh intelek yang hanya dimiliki manusia. Jadi manusia mempunyai tiga jenis anima atau roh. Karena memiliki roh yang Iengkap itu, manusia menjadi besar, berkembang biak, bernafsu, bernaluri, bergerak, bertindak, juga berpikir, berkehendak. Berbeda dengan makhluk-makhluk lain, manusia memiliki kesadaran, sadar apa yang ia lakukan, baik masa kini, masa silam, maupun masa mendatang.

Manusia merupakan totalitas — kesatuan terpadu secara menyeluruh antara roh dan jasad, rohani dan jasmani, jiwa dan raga yang tidak mungkin dipisahkan. Apabila keduanya berpisah dengan perkataan lain roh tidak menyatu lagi dengan jasad, yang disebut mati, maka manusia itu tidak ada atau tidak disebut manusia lagi.

Roh harus dibedakan dari rohani atau jiwa. Roh atau dalam bahasa Latinnya anima adalah sesuatu yang menyebabkan jasad hidup. Roh adalah penyebab hidup, bukan penyebab kesadaran. Kenyataan bahwa roh adalah penyebab hidup, bukan penyebab kesadaran tampak pada seseorang di saat sedang tidur. Pada waktu tidur ia tidak sadar akan dirinya dan alam sekitarnya. Walaupun demikian tidak bisa dikatakan jasadnya telah kehilangan roh. Pada jasadnya masih terdapat roh, hanya pada saat tidur itu penyebab kesadaran tidak berfungsi. Jika kita melaku­kan sesuatu kepada orang yang sedang tidur, ia tidak akan mereaksi; lain kalau ia tidak sedang tidur.

Apakah artinya ini? Ini berarti bahwa pada waktu ia sadar, ada se­suatu yang berperan padanya, yang berperan adalah akunya. Akunya itu­lah yang merasa senang, marah, sedih, dan lain-lain. Tubuhnya tidak me­rasakan apa-apa. Terbukti pada waktu tidur ia tidak melakukan reaksi apa-apa. Akunya itu adalah apa yang disebut rohani. Jadi yang merasa­kan senang, susah, sedih, rnarah, kecewa, dan lain sebagainya adalah rohaninya, bukan jasmaninya. Dengan demikian, proses rohaniah “aku” menyebabkan kesadaran, menjadi sadar untuk berkehendak atau ber­buat, adalah proses kegiatan roh bersama pancaindera.

Setiap indera dari pancaindera mempunyai pusat masing-masing yang kesemuanya terdapat di otak dan memiliki perangsang masing­-masing. Perangsang untuk masing-masing indera dinamakan adequatus. Jelasnya, mata tidak dapat menangkap suara, oleh karena perangsang­nya adalah cahaya, telinga tidak mampu menderigar cahaya, sebab pe­rarigsang telinga adalah suara, dan lain-lain.

Manakala kita melihat sesuatu di luar diri kita, sebenarnya bukan karena mata semata-mata, karena penginderaan sesungguhnya dilaku­kan oleh pusat penglihatan yang terdapat di dalam otak. Seseorang yang pusat penglihatannya di otak itu rusak, misalnya karena terpukul, maka ia tidak dapat lagi melihat, meskipun matanya tampak utuh.

Demikianlah, maka seseorang sebagai manusia yang mempunyai anima intelektiva yang akan melaksanakan kehendaknya. setelah ia melihat atau mendengar sesuatu, ia akan meminjam anggota tubuh lain­nya. Misalnya ketika ia melihat sesuatu yang berharga di jalan, ia memin­jam tangannya untuk memungut: Sewaktu ia mendengar suara anaknya ia meminjam mulut untuk memanggilnya; ketika ia mencium bau benda ter­bakar ia meminjam kakinya untuk lan mencari sumber api, dan lain sebagainya. Itulah sikap (attitude) dan perilaku (behavior) yang merupakan objek telaah penting dalam komunikasi.

Sikap yang terdapat dalam diri manusia secara tertutup itu (inward) terdiri dari unsur-unsur kognisi yang berkaitan dengan pikiran, afeksi yang bersangkutan dengan perasaan, dan konasi yang berhubung­an dengan tekad atau itikad. Sikap yang selalu tertutup itu, baru terbuka (outward) sehingga dapat terlihat menjadi opini atau diekspresikan secara nirverbal dan menjadi perilaku.

Perubahan sikap, perubahan opini, perubahan perilaku manusia, baik secara diri sendiri, dalam bentuk kelompok, atau dalam bentuk masyarakat, itulah tujuan komunikasi.

C. PAHAM TENTANG MANUSIA

Dalam filsafat terdapat beberapa aliran atau paham mengenai manusia, antara lain paham materialisme, paham idealisme, dan paham eksistensialisme.

1. Pandangan materialism

Memandang bahwa manusia adalah materi atau benda, tidak yang lain. Pada hakikatnya manusia sama dengan yang lain dengan benda binatang, dan sebagainya meskipun ada perbedaannya, karena manusia adalah materi yang ada karena proses unsur kimia. Penganut teori ini salah satunya adalah Karl Marx dengan marxismenya. Menurutnya manusia ialah apa yang mereka kerjakan, sehingga yang menentukan hakikat manusia adalah tingkah lakunya. Meskipun secara kimiawi manusia sama dengan hewan atau benda yang lain tetapi manusia ada perbedaannya dengan mereka. Karena itu manusia harus menunjukkan tingkah laku yang berbeda dengan hewan atau yang lainnya.

Perilaku manusia dalam kemanusiaannya adalah berhubungan dengan kehidupan dan upaya mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Jika mereka terfokus untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka maka perilaku merekapun berubah – ubah sesuai dengan alam yang juga senantiasa berubah.

Manusia mengubah sejarah dengan teknologinya dan dengan itu pula ia mengubah dirinya. Jadi letak perbedaan manusia dengan binatang adalah kemampuannya menguasai alam melalui teknologi untuk mencapai tujuan hidupnya.

Segala perubahan atau saling mengubah dengan pola – pola tertentu inilah yang disebut marx dengan dialektika. Perubahan merupakan akibat dari pertentangan pihak – pihak yang tidak dapat terdamaikan. Jika pertentangan ini sampai pada intensitas tertentu maka akan terjadi perubahan bentuk. Menurut Marx perubahan yang ada pada hakekat manusia itu tergantung dari cara produksi sebagai upaya pemenuhan kebutuhannya maka konsekuensinya kemenangan akan berpihak pada mereka yang menguasai alat – alat produksi tersebut.

2. Paham Idealisme

Berasal dari kata eidos atau ide/pikiran. Manusia adalah manusia karena mereka atau ia berpikir, karena ia sadar akan dirinya. Menurut Descartes bapak dari pemikiran ini, manusia dengan idenya adalah sesuatu yang hebat karena meskipun ia belum pernah mengalami sesuatu tetapi ia mampu tahu akan sesuatu. Misalnya bagi kita yang belum pernah pergi ke Mars tetapi kita mampu tahu dan memikirkan tentang mars. Ide yang ada di dalam manusia sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang ada di luar diri/ide manusia. Ini tampaknya merupakan perkembangan dari filsafat Plato tentang manusia dan realitanya. Memang Descartes tidak memungkiri adanya realitas di luar kesadaran tetapi ia memisahkannya.

Modul Makalah - Manusia menurut Descartes atau Cartesius ini memiliki dua macam zat yang disebut sebagai res cogitans dan res ekstensa. Res Cogitans adalah zat roh, zat yang bebas tidak terikat oleh hukum alam, bersifat rohaniah dan Res ekstensa atau zat materi yang tidak bebas, terikat oleh hukum alam. Dua zat itu berbeda dan terpisah sehingga dari pemahaman inilah terciptanya dualisme antara jiwa dan raga. Kehidupan manusia berpokok pada kesadarannya, pikirannya yang bebas.

3. Paham eksistensialisme

Aliran ini menentang kedua pemikiran di atas. Yang dimaksudkan dengan eksistensi adalah cara manusia berada di dunia. Cara inilah yang membedakan manusia dengan benda lainnya. Berikut ini adalah kritik eksitensialis terhadap pemikiran – pemikiran di atas.

Pandangan ini sebaiknya digali dari sumber yang lebih komprehensif. Akan tetapi pada bagian ini akan ditampilkan pandangan eksistensialisme dan keberatannya terhadap paham-paham yang sebelumnya.

Menurut ajaran eksistensialisme, manusia bukan saja berada di dunia, tetapi juga menghadapi dunia, menghadapi benda lain di dunia. Dan dalam menghadapi barang itu, ia mengerti arti barang yang dihadapi­nya itu. Ia mengerti pula apa itu hidup. Kesemuanya itu berarti bahwa manusia adalah subjek. Subjek arti­nya sadar, sadar akan dirinya sendiri dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya.

Pandangan eksistensialisme terhadap pandangan materialism

Menurut kaum eksistensialis, kesalahan aliran materiallsme, ialah bahwa materialisme mendetotalisasikan manusia, memungkiri totalitas manusia. Mengatakan bahwa manusia hanya materi, berarti memungkiri manusia sebagai keseluruhan. Memang pada manusia terdapat unsur yang disebut unsur materi atau jasmani. Karena itu manusia dapat ditim­bang seperti besi. Manusia tumbuh seperti tumbuh-tumbuhan. Manusia mempunyai darah dan daging seperti hewan. Itu semuanya benar, akan tetapi tidaklah benar, bahwa semuanya itu keseluruhan, bahwa itu seluruh manusia, bahwa itulah hakikat manusia. Kesalahan itu akan iebih nampak lagi, kalau yang kita pandang itu bukan teori, melainkan perbuatan atau perlakuan. Manusia mempunyai jasmani, materi, tetapi jasmani atau materi itu hanyaiah aspek saja, bukan keseluruhan manusia.

Pandangan materialisme ini sudah menjadi klasik, artinya sudah mempunyai kedudukan yang kuat, tetapi salah. Salah, oleh karena me­mungkiri kebenaran, bahwa manusia itu mengerti, berkehendak dengan bebas, mengerti kesusilaan, mengerti dan membina kebudayaan. Semua­nya itu tidak bisa diterangkan dengan teori materialisme. Dengan kata lain: materialisme bertentangan dengan realitas, satu aspek disamakan dengan keseturuhan, aspek ke­jasmanian dianggap sebagal manusia keseluruhan.

Pandangan paham eksistensialisme terhadap paham ideaIisme

Jika materialisme memandang manusia sebagai materi saja, sesuatu yang ada tanpa menjadi subjek, maka idealisme menganggap manusia adalah sesuatu yang berpikir, suatu pikiran saja. Dan pikiran ini merupa­kan satu aspek, aspek mana dilupakan oieh materialisme, dan sebaliknya dilebih-lebihkan oleh idealisme. Satu aspek yang dianggap sebagai ke­seluruhan manusia.

Menurut aliran eksistensialisme, kesalahan idealisme ialah bahwa idealisme memandang manusia hanya sebagai subjek, dan akhirnya se­bagai kesadaran semata-mata. Idealisme lupa bahwa manusia hanya ber­diri sebagai manusia karena bersatu dengan reaiitas sekitarnya. Sebalik­nya materialisme hanya mau melihat manusia sebagai objek. Mate­rialisme lupa bahwa benda di dunia ini hanyalah menjadi objek, karena adanya subjek.

Jadi menurut paham eksistensialisme, manusia bukánlah hanya objek sebagaimana menjadi pandangan ajaran materialisme, tetapi juga bukan hanya subjek atau kesadaran, seperti menjadi anggapan kaum idealisme Manusia adalah eksistensi.

Eksistensi bukan hanya berarti ‘ada” atau “berada” seperti “ada dan beradanya” barang lain, akan tetapi eksistensi sebagai pengertian khusus hanya untuk manusia, yakni berada secara khusus manusla.

Manusia yang dalam keberadaannya itu sadar akan dirinya sedang berada di dunia dan menghadapi dunla, sebagai subjek yang menghadapi objek, bersatu dengan realitas sekitarnya.

Kesadaranlah yang merupakan aspek yang menyebabkan keistime­waan manusia, yang tidak terdapat pada makhluk dan barang lain. Bukan saja ia ada, tetapi juga ia mengerti, bahwa ia ada. Bila ia bergerak atau berbuat sesuatu, maka ia sendirilah yang menjadi subjek yang bergerak atau berbuat itu. Dia mengerti, mengalami, dan merasa : AKU-Iah yang berbuat itu. Dalam tiap perbuatan manusia mengalami diri sendiri.

Jelaslah, bahwa manusia bukan hanya materi saja, bukan hanya “apa” saja, tetapi juga siapa. Dan kesiapaan inliah yang terpenting pada manusia. Manusia bukan hanya benda jasmani, tetapi perpaduan jasmani dan rohani. Manusia itu adalah kesatuan jasmani dan rohani yang tidak mungkin dipisahkan. Istilah “siapa” bagi manusia disebabkan faktor rohaninya. Hanyalah manusia makhluk yang dapat berkata AKU dengan sadar. Itulah persona atau pribadi yang terdapat pada manusla, dan kepri­badian ini berdasarkan kerohaniannya. Adapun persona itu terbina daiam kehidupan bersama dan dengan kehidupan bersama dengan orang lain. Bagi persona sudah menjadi kebutuhan pokok untuk mengadakan komu­nikasi dengan sesama manusla.

Dalam dunia materi, barang merupakan barang yang tertutup yang berdiri sendiri, terpisah dari satu sama Iainnya. Hubungan antara barang yang satu dengan barang Iainnya melulu merupakan hubungan menurut tempat: di sebelah kiri atau sebelah kanan, di belakang atau di muka, tidak campur dengan barang lain, tidak ada interkomunikasi.

Hubungan antara persona dengan persona adalah hal yang berbeda. Sebagai persona seseorang dapat memasuki orang lain, dan sebaliknya. Memang badan kita membatasi komunikasi ini sehingga interkomunikasi itu tidak sempurna.

Persona berkembang menuju kesempurnaan berdasarkan peng­alaman berkomunikasi antara manusia. Dan ia seIalu dalam perjalanan untuk menjadi persona yang sempurna, untuk berkomunikasi yang Iebih sempurna. Personalah yang merupakan faktor yang membedakan manusia dengan makhluk infra-human. Hanya manusialah yang mampu mengada­kan sel-reflection, “keluar” dari dirinya sendiri, lalu menengok ke belakang untuk meninjau dirinya sendiri. Hanyalah manusia yang mampu meng­adakan koreksi terhadap perbuatannya, mengubah perbuatannya, meng­adakan kombinasi baru, menggantikan iramanya - mempercepat atau memperlambat -menyempurnakan kegiatannya. Makhluk infra-human seperti benda, tumbuh-tumbuhan, atau pun binatang, tidak mampu ber­buat seperti itu. Pada pokoknya sifat spiritual atau rohaniahlah yang menyebabkan manusia berbeda dengan alam infrahuman, karena manusia pada hakikatnya adalah seorang persona, sedangkan makhluk lainnya bukan.

D. ETHOS KOMUNIKATOR

Pada dasarnya para komunikator perlu melengkapi diri Ethos, Pathos, Logos:

  • Ethos, source credibility, yang ditunjukkan bahwa ia pakar di bidangnya dan ini membuat komunikan merasa percaya.
  • Pathos, imbauan emosional, menggunakan gaya bahasa yang menarik, yang membangkitkan semangat, membuat komunikan percaya.
  • Logos , imbauan logis, uraian yang masuk akal dapat diterima oleh komunikan.


Ethos mutlak dimiliki oleh komunikator. Apabila komunikator tidak memiliki ethos maka setiap komunikasi yang dimiliki dapat menjadi boomerang bagi dirinya. Untuk hal ini dikenal adanya komponen dan faktor ethos.

1. Komponen Ethos

  • Kompetensi (kemampuan,kewenangan)
  • Integrity (integritas/kejujuran)
  • Good will (tenggang rasa)


Komunikan akan menentukan apakah komunikator percaya bahwa komunikator memiliki kualitas tersebut. Tugas komunikator adalah membimbing komunikan untuk percaya bahwa ia adalah orang yang memiliki kemampuan, integritas dan goodwill terhadap komunikan.

Komunikator menampilkan ethosnya kepada komunikan sesuai dengan pilihannya. Apakah ia akan berbohong atau jujur terhadap komunikan sangat tergantung pada piihannya, hanya saja jika ia mampu menunjukkan kepekaan sosialnya maka ethosnya akan naik dimata komunikan


2. Faktor Pendukung Ethos

Penentuan komunikan terhadap ethos komunikator tidak hanya didasari oleh satu faktor saja melainkan pada berbagai macam faktor. Faktor-faktor ini secara bersama–sama mempengaruhi keputusan komunikan mengenai kompetensi, integritas dan goodwill dari komunikator, jadi sangat menentukan terhadap ethosnya. Sukses komunikator ditentukan oleh kemampuan dalam meningkatkan ethosnya di mata komunikan.

Adapun faktor – faktor pendukung ethos adalah sebagai berikut:

a. Persiapan
Paham terhadap masalah, Pemilihan bahan, Pengalaman, Referensi yang memadai, persiapan bukan hanya pada saat bicara tetapi juga jaga tingkah laku sebelum dan sesudah berbicara.

b. Kesungguhan
Menangani audience dengan sungguh. Jangan sampai audinece menganggap bahwa komunikator tidak sungguh – sungguh dalam melakukan komunikasinya.

c. Ketulusan
Sampaikan komunikasi dengan tulus karena ketulsuan akan sangat dihargai oleh komunikan tetapi jika ketulusan yang digunakan hanyalah sebuah strategi yang membohongi lawan dan komunikan tahu maka pada akhirnya mereka tidak akan percaya dengan apa yang disampaikan oleh komunikator. Dalam pikiran dan perbuatan, hindari kata yang memancing curiga, palsu

d. Kepercayaan
Seorang komunikator harus mampu mmancarkan kepastian sehingga orang yang diajak berkomunikasi dapat percaya kepadanya. Ia harus muncul dengan kesungguhan dan penguasaan diri serta situasi secara sempurna. Penguasaan diri tetapi bukan sombong

e. Ketenangan
Khalayak cenderung untuk mempercayai komunikator yang tenang. Santai, ramah, sadar akan lingkungannya, baik dalam ucapan maupun tindakan

f. Keramahan
Orang cenderung mempercayai orang yang dikenal daripada orang asing sehingga keramahan sebagai pengakuan bahwa kita mengenal audience adalah hal yang penting. Tunjukkan sikap bersahabat

g. Kesederhanaan
Gerak–geriknya, istilah yang umum tidak terlalu bombastis atau “bunga – bunga”

Adalah komunikator yang memiliki ciri diri unik, otonom dengan proses mental mencari informasi yang aktif, sadar akan keterlibatan dirinya dengan masyarakat, memiliki kebebasan memilih dan bertanggungjawab terhadap perilaku yang diakibatkannya. Meskipun teori ini tampaknya baru saja dikenal tetapi sbetulnya sejak Aristoteles pemikiran tentang hal ini sudah muncul. Aristoteles mengembangakan teori komunikasi dan persuasi yang disebut dengan retorika bahkan mengenai ethos komunikator sebetulnya cikal bakalnya ada di dalam pemikiran Aristoteles.

Perkembangan mengenai manusia didasari oleh 3 pandangan yaitu Behaviouristik Psikoanalitik dan Humanistik. Berikut ini akan dibahas satu persatu dari perkembangan tersebut.

1. Behaviouristik

Pada model sifat dasar ini digambarkan bahwa perilaku manusia adalah sederhana dan berdiri sendiri. Objek termasuk di dalamnya manusia hanyalah mahkluk yang merespon stimulus. Jika kita mampu mengukur sebuah stimulus dengan tepat maka kita dapat meprediksi semua respon. Dalam hal ini manusia diperlakukan sebagai objek dengan menunjukknya bukan sebagai manusia atau individu melainkan sebagai organisme.

Model sifat dasar bagi kaum behaviouristik adalah learning theory yang menganggap bgahwa melalui peneguhan perilaku yang dapat diterima maka kita mampu mengetahui struktur masyarakat.

Ada 3 asumsi pokok mengenai sifat dasar manusia yaitu:

a. Perilaku dipelajari dengan membuat asosiasi. Asosiasi dapat disebut sebagai kebiasaan, refleksi atau hubungan antara respons dengan peneguhan hal – hal yang memungkinkan dalam lingkungan. Perilaku manusia diibaratkan sebagai mesin yang terdiri dari bagian – bagian yang berhubungan dan saling bergantung satu sama lain sehingga stimuli dari satu bagian akan menimbulkan respon bagi bagian yang lain.

b. Asumsi yang menyatakan bahwa pada dasarnya manusia bersifat hedonistik, berupaya mencari kesenangan dan menghindari kesulitan. Hal ini diperjelas dengan perilaku seperti misalnya jika saya berbuat baik pada orang lain maka demikian juga mereka akan baik terhadap kita.

c. Perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan Perilaku dapat dapat dipelajari dan dihasilkan sehingga ia dapat dikendalikan. Dan perkembangan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.

2. Psikoanalitik

Pandangan ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Menurutnya dorongan mental berada dalam kendali manusia. Model ini bersifat internal dan bertentangan dengan pendapat sebelumnya yang cenderung menganggap stimuli eksternal merupakan pembentuk perilaku manusia.

Model sifat dasar manusia Freud ini disebut dengan model psikodinamik yang menyerupai sistem hidraulik yang bekerja pada semua tingkat kesadaran. Tiga bagian yaitu id, ego dan superego berada di bawah dua prinsip perilaku yaitu kesengan dan realitas dan hal itu didorong oleh dia kebutuhan primer yaitu sex dan agresi. Menurut psikoanalisa perilaku seseorang sering diakibatkan karena konflik antara kebutuhan pemuasan dorongan dasar yaitu sex dan agresi dengan norma – norma masyrakat. Berdasarkan hal itu maka hidup menurut kaum ini adalah perjuangan untuk menyeleraskan keinginan dengan perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat.

3. Humanistik

Bapak aliran ini adalah Maslow. Aliran ini muncul bertujaun untuk membebaskan pikiran manusia dari kungkungan pemikiran gereja di abad pertengahan 14 – 17. Konsep uatama yang disumbangkan oleh aliran ini adalah konsep mengenai martabat dan kebebasan serta kemampuan untuk mengetahui dan mengekspresikan perasaan, pikiran dan pengalaman.

Kaum eksistensialis melengkapi perkembangan aliran ini dengan hal – hal pokok mengenai manusia termasuk fokusnya pada perkembangan pribadi. Perhatian utama adalah kepada perkembangan individualitas manusia serta peranan etika dalam pengambilan keputusan yang memungkinkan integritas pilihan yang bertentangan dengan fungsi sosial. Pada aliran ini ditekankan bahwa sesuatu akan menjadi berarti apabila seseorang terlibat di dalamnya.

Adapun ciri – ciri komunikator humanistik adalah:

a. Berpribadi
Pandangan dirieseorang/person. Boleh saja mereka disebut organisme atau individu tetapi pertama ia harus dianggap manusia. Diri seseorang memiliki nama, memiliki kedirian/personal dan kepribadian/personality dan penampilan/appearance yang tidak mungkin sama antara manusia satu dengan manusia lain.di dunia ini.

b. Unik
Manusia memiliki pribadi unik lain dari yang lain dan khas. Keunikan merupakan ciri yang paling bernilai. Kita memang dapat berkomunikasi dengan cara yang sama dengan yang lain tetapi bukan berarti kita general dengan yang lain. Untuk memahami orang lain terutama keunikannya adalah dengan memahami proses mental dan hal – hal yang berkaitan dengan proses mental inilah (sikap, perilaku, kepercayaan, tujuan, dll) yng menjadi objek kajian orang – orang komunikasi

c. Aktif
Akitifitas melekat pada proses mental. Inilah yang membedakan dengan kedua paham sebelumnya. Manusia bukan hanya menanggapi stimulus eksternal atau internal saja melainkan sebagai sistem yang aktif dan berkesinambungan menanggapi serta menciptakan stimuli yang cocok untuk kita. Sebagai sistem yang aktif maka manusia mencari informasi atau menggalakkan komunikasi.

d. Sadar diri dan keterlibatan sosial
Ini adalah prinsip dasar dari psikologi humansitik dan sebagai satu faktor dari teori komunikasi anatar manusia yang menopang kuat komunikasi antar manusia ini. Kesadarn diri membuat seseorang dalam setiap situasi memiliki pilihan sadar atas apa yang ingin diperbuatnya. Kesadaran yang menimbulkan kebebasan pilihan harus senantiasa diikuti oleh sikap yang bertanggungjawab atas pilihan.

Tampaknya perkembangan ketiga paham ini sejalan dengan pembahasan yang selalu aktual dalam hal kebebasan menentukan pilihan. Kebebasan menurut filsafat adalah kebebasan secara fisik dan psikis atau dikatakan dengan kemampuan memilih secara merdeka.

Setiap hari orang membuat keputusan – keputusan mulai dari keputusan yang sederhana, setengah rumit bahkan keputusan yang rumit dimana efek dan resiko dari setiap keputusan selalu ada. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah benar manusia itu merdeka? Apakah mereka memiliki kehendak bebas? Dalam filsafat konflik yang tidak pernah usai adalah mengenai kebebasan dan determinisme.

Determinisme
Adalah teori yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini termasuk manusia ada dibawah aturan hukum sebab akibat. Apa yang terjadi hari ini adalah bagian dari masa lalu. Peraturan sebab akibat ini mengatur manusia dan juga hukum alam dan karena manusia ditetapkan oleh hukum sebab akibat maka ia tidak bertanggungjawab atas pilihannya.

Predestiny
Tuhan telah menentukan akan apa yang telah terjadi, jika Ia Maha Kuasa dan Maha Tahu maka segala sesuatu telah ditetapkan olehNya. Semua yang ada di dunia ini diatur oleh kemauan bebas oleh Tuhan. Doktrin ini berkembang bermacam – macam, mulai gari adanya kehendak bebas dalam pilihan manusia hingga yang tidak.

Fatalisme
Kepercayaan bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Tuhan sehingga manusia tidak mampu mengubahnya. Jadi manusia tinggal apsrah saja kepada nasib dan suratan.

Indeterminisme
Merupakan lawan dari doktrin atau pandangan yang kaku. Aliran ini mengkritik bahwa determinisme melawan kebebasan dan pertanggungjawaban moral manusia. Kaum ini sangat mendukung pengungkapan pengalaman langsung (immediate experience) maksudnya adalah jika kita mengalami sesuatu, ekspresikanlah jangan hiraukan yang lain karena manusia memiliki kebebasan untuk itu.

Filsuf lain yang tertarik apad aliran ini beranggapan bahwa seharusnya dunia ini terbuka tidak tertutup. Mereka menginginkan sesuatu yang baru, spontan dan kreatif. William James adalah salah satu diantaranya.

Self Determinsime
Pertentangan antara determinis dan indeterminis tidak pernah berakhir. Di satu sisi, oleh kelompok yang menyangkal adanya kebebasan dan mengamini pernyataan bahwa dunia adalah panggung sandiwara dan kaum yang mengkritik habis determinis tidak berujung pangkal dalam berkonflik. Mereka masing – masing bergerak ke arah dan dari arah sudut ekstrimnya masing – masing.

Sikap yang ditawarkan oleh isme ini adalah menggabungkan diantara keduanya. Determinsime diakui karena sebagai seorang ilmuwan dalam memunculkan argumennya harus berdasar dan dasar dari sebuah ilmu (ingat syarat ilmu) adalah adanya hukum sebab akibat dalam obyek – obyek ilmu. Determinsime merupakan presuposisi atau dasar dari penjelasan ilmiah.

Tetapi dilain pihak kita harus menyadari bahwa:

1) Manusia memiliki rasa kesadaran langsung tentang kebebasan. Mereka percaya bahwa mereka mampu menentukan pilihan. Jika manusia adalah pusat aktifitas maka tentunya ia memiliki kemungkinan untuk memilih satu diantara banyak stimuli yang perlu ditanggapi. Kesadaran akan Aku (self consciousness), pengetahuan dan kepandaian membuatnya mampu membuat alternatif pilihan.

2) Selain itu manusia memiliki rasa tanggungjawab pribadi yang diekspresikan dalam perasaan kewajiban dan harus. Hal itu akan menjadi tidak berarti jika kita tidak melakukan pilihan. Misalnya jika memilih untuk melakukan sesuatu maka dari pilihan itu akan muncul pemikiran atau pernyataan bahwa seharusnya saya harus melakukan ini dan bukan itu atau memang sudah seharusnya saya memilih ini.

3) Pertimbangan moral terhadap tindakan dan budi pekerti manusia juga mendukung dibukanya sebuah pilihan. Kita tidak saja tahu bahwa kita memiliki tanggungjawab atas pilihan tetapi juga tahu bahwa orang lainpun memiliki kewajiban yang sama. Pujian celaan, hukuman ganjaran, penerimaan penolakan yang ada pada masyarakat merupakan cerminan bahwa dalam hidup ini ada pilihan. Jika tidak ada pilihan maka yang ada mungkin hanya satu sisis misalnya hukuman saja, sedih saja, penolakan saja atau sebaliknya atau bahka kita tidak akan mengenal konsep itu?

4) Fakta pemikiran merupakan salah satu bukti kuat bahwa manusia bukanlah permainan dari kekuatan yang sangat menindas. Jika manusia tidak memiliki pilihan mengapa ia harus berpikir? mengapa ia dibekai dengan kemampuan berpikir yang sangat baik dan kreatif. Berpikirnya manusia sangat beda dengan berpikirnya hewan, jika mereka boleh dikatakan dapat berpikir. Bernalarnya manusia selalu memunculkan pemikiran baru yang sangat sophisticated dan mencengangkan.

Hal ini dapat dibandingkan dengan perilaku binatang misalnya Gorrila atau orang utan yang katanya “mirip dengan manusia”. Dalam sebuah modul mengenai kebudayaan saya pernah membaca analogi ini. Jika kita makan jambu atau pisang segar di depan kerangkeng orang utan terpandai di sebuah kebun binatang, ia hanya dapat mengernyitkan dahi tanda putus asa untuk meminta jambu kita. Jika kita tidak memberikan maka yang akan dia lakukan hanyalah menguik – nguik memelas atau malas yang akhirnya nguikan itu akan berakhir dengan keputusasaan.

Tetapi jika kita berbaik hati memberikan pilihan padanya dengan melemparkan jambu itu dan ternyata karena jauhnya jarak dia dengan kita maka jambu itu jatuh ke parit di depannya, maka si orang utan ini akan mencoba ”mencari akal” untuk meraih jambu tiban itu. Jika yang ditemukannya adalah ranting panjang maka seberapa panjang atau pendeknya ranting itu akan langsung digunakannya untuk menggapai jambu. Mungkin pikirnya, atau tidak kepikiran sama sekali … kena syukur kagak kena ya syukur.. pasrah.

Jika tidak kena tentu ia akan kembali meringis kecewa dan pasrah tetapi jika kena maka entah sengaja atau tidak ia “berpikir” untuk menyimpan ranting itu dan akan digunakannya nanti jika ada kasus yang sama dan yang pasti di sini, ranting disimpan dan tidak ada niatan inovasi pada alat mungkin dipendekkan, dibengkokkan, diruncingkan, dll. Jika ia melakukan ini maka hati – hati…. Mereka adalah saingan kita.

Dari analogi ini dan ke empat alasan di atas mendukung bawa adalah memiliki kebebasan, tetapi kebebasan yang seperti apa yaitu kebebasan yang bertanggungjawab dan itulah inti dari self determinisme.

Sekian artikel Modul Makalah tentang Pengertian Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi Menurut Ahli.

Daftar Pustaka

  • Bertens,K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
  • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya
  • Bakti, Bandung, 2001.
  • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 2007.
  • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
  • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
  • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001
  • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
  • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 2007.
Nikita Dini
Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer

Posting Komentar untuk "Pengertian Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi Menurut Ahli"