Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Ruang Lingkup Cyber Law dalam Teknologi Informasi

Memahami Ruang Lingkup Cyber Law dalam Teknologi Informasi - Cyber Law adalah aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan aktivitas manusia di dunia maya (internet).

Ruang lingkup Cyber Law adalah :
  1. Hak Cipta (Copyright)
  2. Hak Merk (Trademark)
  3. Pencemaran Nama Baik (Defamation)
  4. Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
  5. Serangan terhadap fasilitas computer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
  6. Pengaturan Sumber Daya Internet (IP Address, Domain Name)
  7. Kenyamanan Individu (User Privacy)
  8. Tindakan criminal yang menggunakan IT sebagai alat.
  9. Transaksi elektronik dan tanda tangan digital
  10. Illegal Content seperti Online Gambling dan Pornography
  11. Perlindungan Konsumen
  12. Pencurian melalui internet
  13. Pemanfaatan internet, contoh : e-commerce, e-government, e-learning.
  14. Isu procedural seperti IT forensic, penyelidikan, pembuktian, yuridiksi.

Cyber Law harus memperhatikan karakteristik dunia maya, yaitu :
  • Beroperasi secara virtual (maya)
  • Dunia cyber selalu berubah dengan cepat
  • Akses internet tidak mengenal batas territorial suatu Negara.
  • Informasi di dalamnya bersifat publik
  • Aktifitas dunia maya dapat dilakukan oleh seseorang secara anonymous (tidak dikenal identitas aslinya).

Mengingat bahwa kejahatan yang dilakukan melalui internet adalah termasuk kejahatan internasional maka perlu adanya kerjasama internasional antar Negara mengingat sifat internet yang global tersebut. Selain itu pemerintah juga harus berperan aktif untuk menanggulangi persoalan yang menyangkut kepentingan public.

Pemerintah Indonesia juga sebaiknya melakukan kajian terhadap Undang-Undang yang sudah dibentuk dan berlaku nasional mengenai issue terkait baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet, contoh : UU Perlindungan Konsumen, UU Hak Cipta, UU Merk, KUHP, KUHAP, UU Perpajakan, UU Telekomunikasi dan sebagainya.

Memahami Ruang Lingkup Cyber Law dalam Teknologi Informasi_
image source: gadgetherald.com
baca juga: Tahap Perkembangan E-Business dan Etika dalam E-Business

Seiring dengan perkembangan jaman yang juga diikuti oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka sebaiknya pemerintah melakukan modernisasi pada Undang-Undang yang berlaku khususnya di Indonesia, sehingga dapat mengakomodir jika terjadi kasus yang terkait dengan penyalahgunaan teknologi informasi dan Cyber Crime.

Dalam dunia cyber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia. Menurut Darrel Menthe, dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis yuridikasi, yaitu:
  1. Yurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe)
  2. Yurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
  3. Yurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate)

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku, dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
  1. : Menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasakan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
  2. : Menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di mana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan
  3. : Menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
  4. : Menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
  5. : Menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk menlindungin kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.

Secara garis besar, Cyber Crime terdiri dari dua jenis, yaitu;

1.Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb.

2.Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi  Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS), Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.
Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), hukum Indonesia telah mengakui alat bukti elektronik atau digital sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.

Cyber Law dalam E-commerce

Perkembangan teknologi informasi khususnya internet telah banyak memberikan perubahan dan mempengaruhi pola pikir dan cara seseorang melakukan suatu tindakan dalam menyikapi suatu hal atau masalah. Pihak manajemen membutuhkan kecepatan akses informasi kepada pelanggan dan pemasoknya untuk tujuan jangka pendek menghasilkan efisiensi secara finansial, waktu dan alokasi sumber daya, berfokus pada internal prosedur dan manajemen perusahaan. Dengan adanya internet maka penyampaian informasi dan komunikasi untuk keperluan koordinasi kepada staff terkait dilakukan melalui email. Begitu juga jika ada permintaan company profile maka konsumen dapat langsung mengakses website perusahaan tersebut. Sehingga perusahaan dapat menghemat biaya cetak company profile dan ongkos kirimnya ke konsumen. Transaksi perbankan pun saat ini sudah dapat dilakukan dengan fasilitas internet banking, dimana nasabahnya dapat melakukan cek saldo, pembayaran dan transfer uang melalui internet dengan account khusus secara real time. Nasabah bank pun dapat menghemat waktu tempuh perjalanan, biaya transportasi dan panjangnya antrian di teller bank.

Contohnya e-commerce, telah banyak merubah cara orang bertansaksi dan melakukan kegiatan jual-beli, dimana antara penjual dan pembeli tidak diharuskan bertemu secara langsung seperti layaknya cara bertansaksi konvensional. Perubahan ini tentu berpengaruh juga terhadap banyak aspek contohnya pada transaksi e-commerce invoice dikirimkan melalui email kepada konsumennya, pembayarannya pun dilakukan melalui transfer antar rekening bank atau menggunakan kartu kredit, dimana selanjutnya konsumen diharuskan melakukan konfirmasi pembayaran kepada penjual dengan cara mengupload bukti transfernya. Sedangkan pada transaksi konvensional, invoice diberikan kepada konsumen berupa print out (hardcopy) dimana konsumen dapat melakukan pembayaran yang umumnya dilakukan secara cash atau transfer rekening bank.

Proses bisnis melalui web, yang dilakukan dalam satu perusahaan atau dengan partner bisnis lainnya, misalnya pemasok dan konsumen dengan metode pembayaran menggunakan kartu kredit melalui internet inilah yang berpotensial terjadi tindak kejahatan berupa penipuan menggunakan kartu kredit orang lain secara tidak sah, dikenal dengan tindakan carding.

Maraknya kasus carding yang terjadi tentu berakibat menurunnya tingkat kepercayaan pengguna internet untuk melakukan transaksi jual-beli di internet. Hal ini pernah terjadi di Indonesia yang disebabkan banyaknya kasus penyalahgunaan kartu kredit oleh pengguna internet asal Indonesia, sehingga berakibat ditolaknya setiap transaksi di internet yang menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia. Secara umum hal ini tentu saja menurunkan tingkat kepercayaan dunia internasional terhadap perbankan Indonesia. Apalagi pada saat itu di Indonesia belum ada undang-undang yang khusus membahas kasus yang terkait dengan cybercrime. Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 tahun 2008 maka transaksi menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia sudah dapat dilakukan lagi. Hal ini menyiratkan mulai adanya kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia.

Permasalahan terkait e-commerce tidak hanya carding, contohnya kasus penipuan dimana transfer pembayaran untuk pembelian barang telah dilakukan oleh konsumen namun barang tidak dikirim oleh penjualnya. Sementara alamat penjualnya pun tidak bisa dipastikan benar adanya secara fisik (anonymous).

Permasalahan yang umumnya timbul pada e-commerce adalah :
  1. Prinsip yuridiksi dalam transaksi seperti tempat transaksi & hukum yang berlaku.
  2. Kontrak dalam transaksi elektronik
  3. Perlindungan konsumen
  4. Permasalahan pajak
  5. Pemalsuan tanda tangan digital

Kegiatan bisnis yang makin meluas baik di dalam maupun di luar negeri, menimbulkan tuntutan praktik bisnis yang baik dan etis. Transparansi yang dituntut oleh ekonomi global juga menuntut adanya praktik bisnis yang etis. Bahkan untuk bersaing pun diperlukan etika dalam berusaha yang tetap mengedepankan produktivitas, efisiensi dan pelayanan terbaik kepada konsumennya.

Payung hukum yang berlaku terhadap kasus Cybercrime di Indonesia adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik no. 11 tahun 2008 yang juga dibantu dengan pasal-pasal terkait yang terdapat pada KUHP maupun KUHAP. Sehingga diharapkan tingkat kepercayaan masyarakat untuk melakukan transaksi pada e-commerce dapat berkelanjutan yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

Cyber Law dalam Social Media

Social media adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Sosial media mempunyai ciri - ciri sebagai berikut :
  • Pesan yang di sampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa keberbagai banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet
  • Pesan yang di sampaikan bebas, tanpa harus melalui suatuGatekeeper (sensor)
  • Pesan yang di sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya
  • Penerima pesan yang menentukan waktu interaksi

Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace, Plurk, dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.

Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.

Dikhawatirkan social media menjadi ajang untuk Hate Speech, Defamation dan pencurian informasi yang sifatnya pribadi (personal). Untuk itulah perlu adanya sosialisasi kepada pengguna social media mengenai etika dalam menggunakan social media. Sosialisasi tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan seminar umum, seminar ilmiah, maupun masuk ke dalam kurikulum sekolah. Karena salah satu factor munculnya pelanggaran etika atau penyalahgunaan teknologi IT adalah karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hal tersebut. Padahal jika terjadi pencemaran nama baik yang dilakukan melalui social media dan dapat dibuktikan kebenarannya maka si pelaku dapat diberlakukan pasal pencemaran nama baik sesuai undang-undang yang berlaku, baik pasal dalam UU ITE maupun pasal dalam KUHP. Contoh: kasus Prita Mulyasari yang mengirimkan email kepada teman-temannya berisi cerita curahan kekesalannya atas pelayanan RS.Omni Internasional yang buruk, ternyata hal itu secara “tidak sengaja” mencemarkan nama baik RS Omni Internasional. Hal itu terjadi karena Prita kurang memahami bahwa tindakannya salah. Hal ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk menggunakan internet, email dan social media dengan sebaik-baiknya dan beretika.

Namun social media juga dapat menjadi dapat menjadi social control terhadap peristiwa hukum yang mempunyai efek luar biasa terhadap perjalanan hukum di Indonesia. Contoh : Peristiwa pencemaran nama baik yang mengundang reaksi nyata pengumpulan “Koin untuk Prita” dari Sabang hingga Merauke menjadi tinjauan terhadap para aparat penegak hukum. Berkat dukungan dari user internet yang tergabung di berbagai social media, kasus hukum Prita Mulyasari dengan sendirinya “diawasi” oleh dunia.

Cyber Law dalam Perbankan

Berbagai manfaat dapat kita ambil dari penggunaan TIK ini sebagai contoh misalnya dalam bidang perbankan, saat ini kita tidak harus pergi ke Bank untuk melakukan berbagai transaksi keuangan seperti transfer uang dan cek saldo karena semua ini dapat kita lakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini menggunakan sms banking dan internet banking.
Namun kita juga harus berhati-hati ketika melakukan transaksi menggunakan internet banking , sms banking maupun transaksi kartu kredit di internet melalui web e-commerce. Demi keamanan, sebaiknya kita memiliki virtual account untuk bertransaksi online, contoh virtual account: Paypal. Sebagai antisipasi dan tindakan preventif atas kasus penyalahgunaan kartu  kredit melalui internet (carding).

UU no.11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tahun 2008

Adapun perbuatan-perbuatan yang dilarang disertai dengan  sanksinya diatur dalam pasal 27-52 .
  • Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
    • Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
    • Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
    • Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
    • Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
    • Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
    • Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
    • Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS))
    • Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik)
  • Sanksi atas pasal-pasal tersebut diatas diatur dalam pasal 45-52.

Sekian artikel tentang Memahami Ruang Lingkup Cyber Law dalam Teknologi Informasi

DAFTAR PUSTAKA
  1. Teguh Wahyono, Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi, Andi Publisher, Jakarta, 2006
  2. 2008, Sistem Informasi Manajemen, 10th, Raymond Mc Leod, Jr., George P.Schell, Pearson, Salemba Empat
  3. Turban, Efraim, Rainer R. Kelly, 2008, Introduction to Information Systems: Supporting and Transforming Business, 2nd Edition, Wiley (John Wiley & Sons, Inc.)
  4. Undang-Undang RI no. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tahun 2008
Nikita Dini
Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer

Posting Komentar untuk "Memahami Ruang Lingkup Cyber Law dalam Teknologi Informasi"