Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian dan Contoh Teori Fenomenologis Menurut Para Ahli

Pengertian dan Contoh Teori Fenomenologis Menurut Para Ahli - Suyanto dan Sutinah (2005:166) menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga teori dan pendekatan yang termasuk dalam paradigma interpretif, yaitu pendekatan fenomenologi, interaksi simbolik, dan etnometodologi.

Fenomenologi sebenarnya lebih merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat dibandingkan suatu aliran filsafat. Oleh karena itu, sebagian kalangan misalnya Embree (1998:333-343), berbicara tentang gerakan fenomenologis (phenomenological movement), yakni gerakan internasional di bidang filsafat yang meluas ke berbagai disiplin ilmu, terutama sosiologi, antropologi, dan psikiatri, kemudian komunikasi. Berawal di Jerman menjelang akhir abad ke-19, gerakan yang dirintis oleh Edmund Husserl ini kemudian meluas ke Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia.

Sebagai suatu gerakan dalam berpikir, fenomenologi (phenomenology) dapat diartikan sebagai upaya studi tentang pengetahuan yang timbul karena rasa kesadaran ingin mengetahui. Objek pengetahuan berupa gejala atau kejadian-kejadian dipahami melalui pengalaman secara sadar (councious experience). Fenomenologi menganggap pengalaman yang actual sebagai data tentang realitas yang dipelajari. Kata gejala (phemenon yang bentuk jamaknya adalah phenomena) merupakan asal istilah fenomenologi dibentuk, dan dapat diartikan sebagai suatu tampilan dari objek, kejadian, atau kondisi-kondisi menurut persepsi (Littlejohn, 2002:184). Dari sini, tampak bahwa sebagian esensi dari fenomenologi sebenarnya adalah pendekatan kualitatif terhadap gejala dan/atau realitas yang diteliti. Fenomenologi ini pula yang bersama dengan teori interaksionisme simbolik dan teori system, menjadi prinsip berpikir dalam penelitian kualitatif berkenaan gejala-gejala komunikasi.

Sebagai suatu gerakan dalam berpikir, fenomenologi (phenomenology) dapat diartikan sebagai upaya studi tentang pengetahuan yang timbul karena rasa kesadaran ingin mengetahui, dalam hal ini peneliti memulai mengenal lingkungan hidup informan.

Objek pengetahuan berupa gejala atau kejadian-kejadian dipahami melalui pengalaman secara sadar (councious experience). Fenomenologi menganggap pengalaman yang actual sebagai data tentang realitas yang dipelajari.

Pengertian dan Contoh Teori Fenomenologis Menurut Para Ahli_
image source: domusweb.it
baca juga: Pengertian dan Contoh Teori Konstruktivisme Menurut Para Ahli.

Berbeda dengan kalangan positivis yang biasa bekerja meneliti dengan mengemukakan hipotesa-hipotesa tentang realitas dan kemudian melakukan pengamatan untuk membuktikan apakah benar maka kalangan fenomenologis tidak mengajukan hipotesa apapun, tetapi langsung melakukan pengamatan untuk melihat, dan kemudian mendeskripsikannya, seperti apa kenyataan yang ada. Hal ini terutama disebabkan oleh karena kalangan fenomenologis pada umunya berkeyakinanbahwa pengalaman pemakai narkoba adalah bersifat subjektif, bukan objektif.

Maurice Merleau-Ponty, salah seorang pendukung fenomenologi, hal ini ditegaskan, All my knowledge of the world, even my scientificknowledge, is gained from my own particular point of view, or from some experience of the world without which any symbols of science would be meaningless (semua pengetahuan saya tentang dunia ini, bahkan pengetahuan ilmiah saya, tumbuh didasari sudut pandang saya secara khusus atau dari beberapa pengalaman saya tentang dunia yang tanpa itu simbol-simbol ilmiah inilah yang manapun menjadi tidak berarti).

Stanley Deetz, pendukung fenomenologi lainnya, seperti dikutip oleh Littlejohn (2002:185), mengidentifikasi tiga prinsip dasar yang menjadi pilar dari gerakan fenomenologi.
  1. Bahwa pengetahuan (knowledge) diperoleh secara langsung melalui pengalaman yang sadar atau disengaja. Hal ini memiliki arti bahwa pengetahuan tidak diperoleh dari (is nit inferred from) pengalaman (experience), tetapi ditemukan (is found) secara langsung dari pengalaman secara sadar (conscious experience).
  2. Bahwa makna tentang sesuatu bagi seseorang sebenarnya terdiri dari atau terbangun oleh potensi pengalaman seseorang berkenaan dengan objek bersangkutan. Artinya, bagaimana seseorang memiliki hubungan dengan objek akan menentukan makna objek yang bersangkutan bagi seseorang.
  3. Bahwa bahasa merupakan kendaraan yang mengangkut makna-makna. Orang memperoleh pengalaman-pengalaman melalui bahasa yang kita gunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan pengalaman.

Tradisi fenomenologis lebih memberi penekanan pada persoalan pengalaman pribadi (personal experience), termasuk pengalaman pribadi yang dimiliki seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi dalam tradisi ini, dipandang sebagai,…a sharing of personal experience throught dialoque. Littlejohn (2002:13). Tradisi juga menolak beberapa pandangan penting, misalnya bahwa komunikasi hanyalah merupakan ketrampilan, bahwa lambang atau kata-kata terpisah dengan benda atau objek yang diwakilinya, dan bahwa nilai (value) terpisah dari fakta (fact).

Fenomenologis merupakan aliran (tokoh penting: Edmund Husserl, 1859-1938) yang ingin mendekati realitas tidak melalui argumen-argumen, konsep-konsep, atau teori umum."Zuruck zu den sachen selbst",kembali kepada benda-benda itu sendiri, merupakan inti dari pendekatan yang dipakai untuk mendeskripsikan realitas menurut apa adanya.

Setiap obyek memiliki hakekat, dan hakekat itu berbicara kepada individu dan individu membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima.Jika "mengambil jarak" dari obyek itu, melepaskan obyek itu dari pengaruh pandangan-pandangan lain, dan gejala-gejala itu kita cermati, maka obyek itu "berbicara" sendiri mengenai hakekatnya, dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri individu (Bungin: 2001:12)

Bagi Husserl, pengetahuan sebagai sebuah tindakan mengerti yang bertanggung jawab, artinya disertai dengan sebab-sebab yang valid, hanya bisa dicapai dengan fenomonelogi. Dipengaruhi Hume, Husserl merumuskan bahwa indera manusia tidak mencerap benda pada dirinya sendiri (das ding an sich), melainkan hanya gejala-gejalanya. Dengan memusatkan daya akal budi kepada inventarisasi dan sintesis atas gejala-gejala itu, pengetahuan yang benar dapat tergapai.

Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl, bahwa individu harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan kesempatanuntuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataanmelainkan asal kenyataan, dia menolak bipolarisasiantara kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.

Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu diandaikan tiga hal yaitu: ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek. Kesadaran tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran.

Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl (Bungin: 2001: 20) berpendapat bahwa untuk menangkap hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu: Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap individu harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara. Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin.

Dari sudut ontologi, pandangan fenomenologi terhadap kenyataan itu merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu konteks natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi. Sedangkan dari sudut epistemologi, pandangan Fenomenologis subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif bersama dalam memahami berbagai gejala. Dari sudut aksiologi, fenomenologi penelitian itu terikat oleh nilai sehingga hasil suatu penelitian harus dilihat sesuai konteks.

Fenomenologis berasal dari paradigma kontruktivisme atau kontruksi realitas sosial. Bungin (2001: 8) mengatakan konstruksi sosial amat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial. Oleh karena itu, kesadaran merupakan bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial. Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut.

Realitas sosial memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga memanfaatkan realitas itu secara objektif. Jadi individu mengkonstruksi realitas sosial, dan mengkonstruksikannya dalam dunia realitas, serta memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.

Menurut Berger dan Luckman (dalam Bungin, 2001:6) konstruksi sosial adalah pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penemuan sosial. Realitas sosial menurut keduanya terbentuk secara sosial dan sosiologi merupakan ilmu pengetahuan (sociology of knowlodge) untuk menganalisa bagaimana proses terjadinya.

Dalam hal ini pemahaman “realitas” dan “pengetahuan” dipisahkan. Mereka mengakui realitas objektif, dengan membatasi realitas sebagai “kualitas” yang berkaitan dengan fenomena yang kita anggap berada diluar kemauan kita sebab fenomena tersebut tidak bisa ditiadakan. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan memiliki karakteristik yang khusus dalam kehidupan kita sehari-hari.

Teori fenomenologi digunakan untuk mendeskripsikan (memaparkan) apa adanya suatu peristiwa yang terjadi tanpa merubah takta yang sebenarnya. Teori ini menuntun si pengamat untuk melakukan pengamatan secara langsung pada peristiwa yang terjadi dan selajutnya memaparkan sesuai realitas yang sebenarnya.

Sekian artikel tentang Pengertian dan Contoh Teori Fenomenologis Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

DaftarPustaka

  • Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-Teori Komunikasi, Penterj, Soejono Trimo, Remaja Karya, Bandung
  • Kincaid, D. Lawrence & Wilbur Scramm. 1987. Asas-Asas Komunikasi Antar Manusia, Penterj Agus Stiadi, LP3ES-East west Communication Institute, Jakarta
  • Little, John. Stephen W. 1983, Theories of Human Communication. Second Edition. Wadworth Publishing Company. California.
  • Sobur, Alex, 2003, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung
  • Stephenson, Howard, 1982, Handbook of communications, Book Company, Inc, Toranto
  • Tubbs, Steward L.Moss Sylvia, 1996, Human Communication (Prinsip-Prinsip Dasar), Remaja Rosdakarya, Bandung
Nikita Dini
Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer